Sabtu, 23 Mei 2015

Pendakian Kartini ke Papandayan


Lama ga nulis di blog, tangan jadi gatel nih hahaa.. Saya mau cerita, jadi kemarin itu tanggal 9-10 mei 2015 saya sama teman-teman cewek-cewek naik ke Papandayan. Awalnya saya cuma ngajak beberapa teman, tapi ternyata yang lain pada antusias. Peserta pendakian kartini kali ini adalah empat anak Republika yakni saya, risa, sonia dan kristi, serta dua anak Media Indonesia yakni iren dan indri. Kami sepakat bertemu di tempat pull bus Primajasa di Cililitan pada Sabtu (9/5). Harga tiket Primajasa per anak dibanderol Rp 52 ribu sampai terminal Garut.
Kami berangkat pukul 12.00 WIB dari Jakarta. Sampai di terminal Guntur Kabupaten Garut pukul 16.30 WIB, kami segera mencari masjid terdekat untuk istirahat dan sholat. Setelah itu, kami mencari warung makan untuk mengisi perut. Yang bikil bete, di sekitar terminal itu sulitnya bukan main nyari ATM, kami hars berjalan sekitar 1 km lebih untuk menemukan mesin ATM di bekalang pasar dekat terminal.
Ba'da magrib kami melanjutkan perjalanan dengan menaiki angkot sejenis L-300 sampai di pertigaan menjelang pos pendakian. Setiap anak dibanderol Rp 15 ribu untuk satu jam perjalanan. Itu pun melalui tawar menawar dengan sang sopir. Ternyata setelah itu kami menemui hal yang lebih menyebalkan. Untuk naik ke pos pendakian kami harus memilih naik ojek atau mobil bak terbuka. Sejumlah sopir dua moda transportasi itu seperti saling berebut penumpang dengan menawarkan harga tinggi kepada kami. Akhirnya kami sepakat membayar Rp 150 ribu untuk menyewa mobil bak terbuka setelah perdebatan panjang dengan para sopir.
Di tengah jalan kami melewati pos penjagaan untuk registrasi. kami membayar Rp 45 ribu untuk satu tim. Perjalanan sekitar setengah jam, kami sampai di pos induk pada pukul 20.00 WIB. Langit yang awalnya mendung mulai menampakkan bintang nan gemerlap. Kami langsung melanjutkan perjalanan ke tempat camp di Pondok Saladah. Perjalanan dari pos induk ke pos kawah memakan waktu satu jam. Untungnya kami bertemu dua penduduk setempat yang juga naik ke pos kawah. Ternyata mereka memiliki warung di pos tersebut. Perjalanan kami diwarnai dengan bau belerang yang cukup menyengat sehingga membuat beberapa teman saya terbatuk-batuk dan sulit bernapas. Maklumlah, saya membawa rombongan pendaki pemula, dan  kami semua belum pernah naik ke Papandayan. Namun, hamparan langit yang penuh dengan bintang melenyapkan rasa lelah dan memunculkan semangat baru bagi kami.
Setelah istirahat sejenak di pos kawah, kami bertemu empat pendaki lain yang akan melanjutkan perjalanan ke Pondok Saladah. Kami mengikuti mereka dari belakang agar tidak tersesat. Nyatanya karena kecepatan kami berbeda, kami tertinggal cukup jauh dan harus mencari-cari jalan dari cahaya senter yang semakin redup. Kami sempat melewati sungai yang cukup terjal, padahal jalur asli tak jauh dari situ. Setelah itu, kami melewati tanjakan yang cukup ekstrim dan harus istirahat beberapa kal untuk mengatur napas. Selanjutnya, jalur datar dengan bebatuan yang sedikit berserakan menyapa perjalanan kami. Untuk melepas penat, kami sempatkan bercanda dan bernyanyi lagu-lagu masa kecil. Akhirnya pukul 22.30 kami sampai di pos 2 di bawah Pondok Saladah. Kami registrasi sejenak dan mengatur napas, kemudian melanjutkan perjalanan ke camp Pondok Saladah.
Tiba di Pondok Saladah pada pukul 23.00 WIB, lokasi camp sudah penuh dengan puluhan tenda. Kami segera mencari lokasi yang pas untuk mendirikan tenda. Kemudian, kami memasang dua tenda dan dua buah flysheet. Kami segera memasak air dan mie instan untuk mengganjal perut. Teman-teman saya yang merasa kedinginan langsung mengenakan jaket dan berlindung di balik sleeping bag. Tak lama, kami sudah terlelap memeluk dinginnya angin Papandayan.
Paginya, kami terbangun karena suasana di luar tenda sudah cukup ramai meskipun matahari belum menampakkan sinarnya. Segera saja kami mengantre tiolet yang berada tak jauh dari camp kami. Sialnya, antrean toilet sangat panjang dan lebih dari sejam saya dan teman-teman menghabiskan waktu untuk mengantre.
Sekembalinya ke tenda, aku langsung melakukan ritual pagi saat di gunung yakni memasak air dan roti bakar. Jadilah roti bakar buatanku..




Kami segera sarapan dan merobohkan tenda lalu packing. Melihat track yang begitu menanjak, saya mengusulkan agar carrier dititipkan di warung, mengingat teman-teman saya pendaki pemula. Akhirnya kami sepakat menitipkan carrier ke warung dan membawa perbelakan secukupnya untuk menuju Tegal Alun. Kami melewati padang edelwies yang cukup bagus, namun edelweis belum musim berbunga. Kami menyempatkan foto-foto sejenak. 


Kami melanjutkan perjalanan yang cukup menanjak. Kami bergelantungan di akar-akar pohon untuk menghindari terpeleset tanah yang licin. Setelah satu jam perjalanan dengan vegetasi yang sama di kanan kiri yakni pohon cantigi, kami tiba di puncak bukit. Pemandangan camp dan hutan mati cukup menyita perhatian untuk melepas penat dan rasa lelah. 




Setelah puas berfoto, kami berencana melanjutkan perjalanan ke Tegal Alun. Namun, melihat jam sudah menunjukkan pukul 12.00 WIB, kami bergegas turun. Kami menapaki jalur yang sama saat naik tadi. Jalur yang cukup licin dan curam membuat kami harus lebih berhati-hati dan berpegangan pada akar-akar pohon, Sejam kemudian kami sudah sampai lagi di camp Pondok Saladah. Kami merebahkan diri sejenak dan menjajal aneka jajanan yang dijual oleh pedagang di sana. Jangan salah, di sana banyak jajanan yag wajib dicoba, seperti cilok, seblak, gorengan, dan makanan kecil lainnya. Selang berapa lama kami melanjutkan perjalanan turun agar tidak kemalaman sampai ke Jakarta. Kami menyempatkan berfoto di tengah-tengah camp Pondok Saladah. 


Sosok di foto dari kiri ke kanan yakni Indri dan Iren, keduanya anak Media Indonesia. Kemudian saya, Sonia, Risa, dan Kristi yang semuanya anak Republika. Meskipun rata-rata yang ikut naik gunung adalah pendaki pemula, tapi saya salut pada semangat teman-temanku yang pantang mengeluh. Ada satu hal yang membuat kami agak dongkol dan prihatin terhadap kondisi Papandayan. Saat perjalanan turun, kami berpapasan dengan sejumlah warga yang naik ke Pondok Saladah dengan mengendarai motor trail. Menurut saya, tindakan itu mencemari lingkungan pegunungan. Namanya orang ke gunung buat menghirup udara segar dan mencari ketenangan, eh malah diberisiki suara motor dan asap karbondioksida. Saya pikir hal itu harus diperhatikan pemerintah. Sebab, membuka daerah wisata tidak harus dengan mencemari lingkungan. 
Di perjalanan turun, kami takjub melihat pemandangan alam yang tadi malam tertutup gelap. Ternyata di sekeliling kami terlihat barisan bukit-bukit dan kepulan asap dari kawah Papandayan. 




Sekitar pukul 14.00 kami sampai di kawah Papandayan. Kami melihat lebih banyak pengendara motor trail yang mencoba naik sampai ke kawah, dan segerombolan lainnya telah sampai di atas kawah, Kami menyapa penduduk setempat sang penjaga warung yang semalam menemani perjalanan kami sampai ke kawah, Kemudian kami melanjutkan turun melewati pinggir kawah dengan bau belerang yang menyengat. Kami bertemu dengan banyak wisatawan yang sekedar berwisata ke kawah.




Menjelang pukul 15.00 WIB kami sampai di pos induk dan segera mencari rombongan lain yang mau diajak menyewa mobil bak terbuka. Setelah bertemu rombongan pendaki asal Karawang, kami segera menawar harga sewa mobil baik terbuka sampai ujung pertigaan. Akhirnya disepakati harga Rp 200 ribu untuk 13 orang. Sampai di pertigaan, kami mengisi perut di warung mie ayam. Kemudian mencari angkot menuju Terminal Garut. Kami mendapat angkot setelah perselisihan panjang dengan sang sopir yang mau dibayar duluan baru angkot jalan. Kami membayar Rp 20 ribu per orang. Sampai di Terminal Guntur Garut jam menunjukkan pukul 17.00 WIB. Kami istirahat dan sholat di masjid terdekat. Akhirnya kami menaiki bus Primajasa dan turun di Pasar Rebo menjelang pukul 23.00 WIB. Alhamdulillah, perjalanan kami selamat sampai tujuan. 

NB: Tips pendakian ke Papandayan, usahakan membawa kendaraan pribadi agar tidak dipalak sopir angkot dan tukang ojek. Jika terpaksa naik angkutan umum usahakan pintar menawar harga dari sopir angkot dan tukang ojek. Selamat mendaki..